PENGERTIAN YADNYA
Kata Yadnya
berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari akar kata “yaj” yang artinya memuja,
mempersembahkan, atau korban. Kemudian penulisannya diindonesiakan dari Yajna
menjadi Yadnya.
Dalam kitab
Bhagawadgita dijelaskan Yadnya artinya suatu perbuatan yang dilakukan dengan
penuh keiklasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada Tuhan.
Yadnya berarti upacara persembahan korban suci. Pemujaan yang dilakukan dengan
mempergunakan korban suci sudah barang tentu memerlukan dukungan sikap dan
mental yang suci juga.
TUJUAN YADNYA
Bila
direnungkan tujuan diadakannya sebuah Yadnya yaitu untuk membalas Yadnya yang
dahulu dilakukan oleh Ida Sang Hyang Widhi ketika menciptakan alam semesta beserta
isinya. Hal tersebut dapat kita lihat dari sloka dibawah ini:
“sahayajnah prajah srishtva, paro
vacha pajapatih,
Anema prasavish dhvam, esha
yostvisha kamaduk”
Artinya:
Pada zaman
dulu kala Praja Pati (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan manusia dengan Yadnya
dan bersabda. Dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamanduk
(memenuhi) dari keinginanmu.
Dari sloka
di atas dapat kita lihat secara jelas, bahwa kita melaksanakan Yadnya atas
dasar Tuhan mengawali menciptakan dunia besrta isinya berdasarkan Yadnuhan itu
diteruskan agar kehidupan di dunia ini berlanjut terus dengan saling beryadnya.
Bukankah
akibat dari Tuhan berbuat Yadnya itu menimbulkan Rnam (hutang). Kemudian agar
tercipta hokum keseimbangan, maka rnam itu harus dibayar dengan Yadnya (Tri
Rna). Tri Rna ini dalam kehidupan sehari-hari dapat dibayar dengan melaksanakan
Panca Yadnya. Dimana Dewa Rna dibayar dengan Dewa Yadnya dan dibayar dengan
Bhuta Yadnya, kemudian Rsi Rna dibayar dengan Rsi Yadnya, dan yang terakhir
yaitu Pitra Rna dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.
Memang
konsep Agama Hindu adalah mewujudkan keseimbangan. Dengan terwujudnya
keseimbangan berarti terwujud pula keharmonisan hidup yang didambakan oleh
setiap orang di dunia ini. Untuk terwujudnya keseimbangan tersebut dalam Umat
Hindu diajarkan Tri Hita Karana yaitu tiga factor yang menyebabkan terwujudnya
suatu kebahagiaan.
Berkaitan
dengan itu, dalam Bhagawadgita III.2 menyebutkan:
“ishtan bhogan hivodeva, donsyante
yajna bhavitah,
tair dattan apradayabho, yobhunkte stena eca sah”
Artinya:
Dipelihara
oleh Yadnya Para Dewa, akan memberikan kamu kesenangan yang kamu inginkan. Ia
yang menikmati pemberian ini, tanpa memberikan balasan kepadanya adalah
pencuri.
Selanjutnya seloka Bhagawadgita III.13 menyebutkan:
“yajna sisyah sinah santo, nucyanta
sarwa kilbisaih,
bhujate tuagham papa, ye pacauty
atmakatanat”
Artinya:
Orang yang
baik, maka apa yang tersisa dari Yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa,
akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan kepentingan sendiri,
mereka itu adalah makan dosanya sendiri.
Jadi dengan
petikan sloka di atas dapat ditegaskan bahwa Yadnya itu bertujuan untuk
melangsungkan kehidupan yang berkesinambungan yaitu dengan cara:
·
Membayar Rna
(hutang) untuk mencapai kesempurnaan hidup.
·
Melebur dosa
untuk mencapai kebebasan yang sempurna.
FUNGSI DAN MAKNA YADNYA
Jika kita
lihat dari tujuan pelaksanaan Yadnya yang dijelaskan diatas maka secara umum
fungsi daripada Yadnya adalah sebagai sarana untuk mengembangkan serta
memelihara kehidupan agar terwujud kehidupan yang sejahtra dan bahagia atau
kelepasan yakni menyatu dengan Sang Pencipta.
Berdasarkan
uraian diatas dapat dijabarkan fungsi dari pelaksanaan Yadnya, yaitu sebagai
berikut:
1. Sarana untuk mengamalkan Weda
Yadnya adalah sarana untuk
mengamalkan Weda yang dilukiskan dalam bentuk symbol-simbol atau niyasa. Yang
kemudian symbol tersebut menjadi realisasi dari ajaran Agama Hindu.
2. Sarana untuk meningkatkan kualitas
diri
Setiap kelahiran manusia selalu
disertai oleh karma wasana. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan untuk
meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya atman
dengan brahman ( brahman atman aikyam ) dapat tercapai. Dalam upaya
meningkatkan kualitas diri, umat Hindu selalu diajarkan untuk buatan baik.
Perbuatan baik yang paling utama adalah melalui Yadnya. Dengan demikian setiap
yadnya yang kita lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas
jiwatman.
3. Sebagai sarana penyucian
Dengan sebuah Yadnya sesuatu hal
bisa disucikan seperti diadakannya Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra
Yadnya dan Manusa Yadnya yaitu pada bagian-bagian tertentu mengandung makna dan
tujuan untuk penyucian atau pembersihan.
4. Sarana untuk terhubung Kepada Ida Sang Hyang Widhi
Yadnya merupakan sarana yang dapat digunakan
untuk mengadakan hubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
manifestasinya, seperti yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Sarana untuk mengungkapkan rasa terima kasih
Dengan sebuah yadnya seseorang mampu
mengungkapkan rasa syukur dan ucapan terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, sesame manusia, maupun kepada alam, seperti yang sudah biasa dilakukan
dalam penerapan Panca Yadnya.
LATAR BELAKANG YADNYA
Sejarah menyatakan, bahwa pada jaman dahulu kala di
wilayah Nusantara Indonesia telah berdiri Kerajaan-Kerajaan Besar seperti salah
satu di antaranya adalah Kerajaan Majapahit yaitu sebuah Kerajaan penganut
Agama Hindu yang merupakan Kerajaan terbesar yang bisa menyatukan seluruh
wilayahnya sampai ke Madagaskar.Pada jaman itu sudah ada hubungan dagang dengan
negara Luar Negeri terutama dengan Negeri Campa, yang saat ini Negara Cina.
Kerajaan ini bertempat di Jawa Timur, yang pada jaman keemasannya dipimpin oleh
seorang Raja yang bernama Hayam Wuruk dengan Patihnya bernama Gajah Mada.
Pada jaman itu perkembangan budaya yang berlandaskan
Agama Hindu sangat pesat termasuk di Daerah Bali dan perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa para Arya dari Kerajaan Majapahit sebagian besar hijrah ke
Bali dan di Daerah ini para Arya-Arya tersebut lebih memantapkan ajaran-ajaran
Agama Hindu sampai sekarang.Masyarakat Hindu di Bali dalam kehidupan
sehari-harinya selalu berpedoman pada ajaran Agama Hindu warisan para lelulur
Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan upacara ritual dalam Falsafah Tri Hita
Karana. Arti kata Tri Hita Karana yakni Tiga keharmonisan yang
menyebabkan adanya kehidupan, diantaranya:
- Parhyangan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan
- Pawongan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia
- Palemahan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam
Dalam pelaksanaannya tetap berlandaskan Tatwa
(aturan/kitab suci), Susila (kebiasaan) dan Upacara. dalam kegiatan Upacara
Keagamaan berpatokan pada Panca Yadnya.Panca Yadnya menurut ajaran agama Hindu,
merupakan satu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh umat manusia di dalam
kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan menciptakan manusia beserta makhluk hidup
lainnya berdasarkan atas yadnya, maka hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan
dirinya, juga atas dasar yadnya sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan
diri kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
Sahayajñáh prajah strishtva
puro vácha prajápatih
anena prasavishya dhvam
esha va stv ishta kámadhuk
puro vácha prajápatih
anena prasavishya dhvam
esha va stv ishta kámadhuk
(Bh. G.
III.10)
Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati), menciptakan manusia dengan jalan yadnya, dan bersabda: "dengan ini (yadnya) engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan (kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu".
Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati), menciptakan manusia dengan jalan yadnya, dan bersabda: "dengan ini (yadnya) engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan (kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu".
Deván bhávayatá nena
te devá bhávayantuvah
parasparambhávayantah
sreyah param avápsyatha.
(Bh. G.
III.11)
Dengan ini (yadnya), kami berbakti kepada Hyang Widhi dan dengan ini pula Hyang Widhi memelihara dan mengasihi kamu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi.
Tanpa
penciptaan melalui yadnya-Nya Hyang Widhi maka alam semesta berserta segala
isinya ini, termasuk pula manusia tidak mungkin ada. Hyang Widhilah yang
pertama kali beryadnya menciptakan dunia dengan segala isinya ini dengan segala
cinta kasih-Nya. Karena inilah pelaksanaan yadnya di dalam kehidupan ini sangat
penting artinya dan merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia di
dunia. Karena itu pula kita dituntut untuk mengerti, memahami dan melaksanakan
yadnya tersebut di dalam realitas hidup sehari-hari sebagai salah satu amalan
ajaran agama yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
Adapun pelaksanaan Panca Yadnya terdiri dari :
- Dewa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para dewa-dewa.
- Butha Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur alam.
- Manusa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia.
- Pitra Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia yang telah meninggal.
- Rsi Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para orang suci umat Hindu.
kegiatan
Yadnya ini didasari oleh Tri Rna yaitu tiga hutang yang mesti dibayar
sehubungan dengan keberadaan kita. adapun tri rana tersebut adalah
- Dewa Rna, hutang kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai para dewata yang telah memberikan anungrahnya kepada setiap mahluk.
- Pitra Rna, hutang kepada para leluhur termasuk orang tua, sehubungan dengan kelahiran kita serta perhatiannya semasahidup.
- Rsi Rna, hutang kepada para sulinggih, pemangku dan para guru lainya atas bimbingannya selama ini.
hutang –
hutang tersebut kemudian dibayar dengan yadnya, yang kemudian diaplikasikan
dengan Panca Yadnya. adapun cara pembayaran tersebut adalah:
- Dewa Rna, dibayar melalui Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.
- Pitra Rna, dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.
- Rsi Rna, dibayar melalui Rsi Yadnya.
Sesuai
dengan agama dan tradisi di Bali, masyarakat Bali Hindu sesungguhnya manusia
yang penuh ritual agama yang terbungkus dalam Panca Yadnya. Ritual agama itu
dilakukan terhadap manusia Bali Hindu dari sejak dalam kandungan, dari lahir
sampai menginjak dewasa, dari dewasa sampai mulih ke tanah wayah (meninggal).
Pemberkahan
demi pemberkahan dilakukan untuknya dengan segala bebantenan serta
mantra-mantranya agar munusia Bali Hindu itu menjadi manusia yang berbudi luhur
atau memiliki sifat kedewataan di mayapada ini dan bisa amoring acintya dengan
Sanghyang Widhi di alam vaikunta (alam keheningan).
Inilah
daftar ritual agama yang dilakukan manusia Bali Hindu sesuai dengan tradisi di
Bali:
- Pegedong-gedongan - dilakukan saat kehamilan berumur 175 hari ( 6 bulan kalender). Upacara pertama sejak tercipta sebagai manusia.
- Bayi Lahir - upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.
- Kepus Puser - bayi mulai diasuh Hyang Kumara.
- Ngelepas Hawon - dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.
- Kambuhan - upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan tempat suci pemrajan.
- Nelu Bulanin/Nyambutin - upacara tiga bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatma sang bayi benar-benar berada pada raganya.
- Otonan (Oton Tuwun) - upacara saat pertama bayi menginjakan kakinya pada Ibu Pertiwi (210 hari).
- Tumbuh Gigi - mohon berkah agar gigi si bayi tumbuh dengan baik.
- Meketus - si anak sudah tidak lagi diasuh Hyang Kumara (tidak lagi mebanten di pelangkiran Hyang Kumara)
- Munggah Daha / raja sewala - upacara menginjak dewasa, saat-saat merasakan getaran asmara.
- Potong Gigi/metatah - simbolis pengendalian Sad Ripu.
- Mawinten - mohon waranugraha utk mempelajari ilmu pengetahuan.
- Upacara Perkawinan - (a) medengen-dengenan (mekala-kalaan), (b) natab.
- Upacara Ngaben/Palebon - pengembalian panca mahabuta.
- Upacara Nyekah/Malagia - Atma Wedana yang dilanjutkan dengan ngelingihin Betara Hyang di pemrajan.
- Upacara Piodalan dan Pecaruan – memohon ketentraman alam
Semua
upacara di atas disertai dengan bebantenan sesuai dengan fungsi atau
peruntukannya. Daftar ritual agama di atas menunjukkan bahwa manusia Bali Hindu
secara tradasi penuh dengan ritual agama. Seolah-olah tiada hidup tanpa ritual
agama baik pada dunia maya ini maupun pada dunia akhirat (sekala dan niskala).
Jika semua
upacara itu bisa diterapkan sesuai dengan aturannya, maka manusia Bali
diharapkan menjadi manusia yang memiliki sifat yang mengarah kesifat
kedewataan, pergerakan perilaku dari tamasik- rajasik mengarah ke
rajasik-satwika atau bahkan pada satwika. Perputaran perilaku itu dapat
dihasilkan dari begitu dalam makna tahap demi tahap ritual agama itu utk
menghantarkan menjadi manusia yang bersifat rajasik-satwika atau satwika dari
getaran-getaran energi positif getaran bebantenan dan mantra-mantranya secara
sinergistik.
Tingkatan-Tingkatan
Yadnya
Tingkatan Yadnya didasari oleh besar kecilnya upakara yang dipersembahkan dan
dibedakan menjadi tiga tingkatan,yaitu :
-
Nista
-
Madya
-
Utama
Masing-masing
dari ketiga tingkatan diatas dapat dibedakan dalam tiga tingkatan lagi
berdasarkan dari besar kecilnya upakara yang menjadi sarana persembahannya,
yaitu :
-
Nistaning
Nista
-
Nistaning
Madya
-
Nistaning
Utama
-
Madyaning
Nista
-
Madyaning
Madya
-
Madyaning
Utama
-
Utamaning
Nista
-
Utamaning
Madya
-
Utamaning
Utama
Perbedaan
tingkatan yadnya ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan umat yang akan
melaksanakan karena tujuan yadnya yang menuju kesejahtraan dan kebahagian tidak
memberiikan penderitaan bagi umat.Dan dari segi kualitas kesembilan tingkatan
yadnya tersebut tidaklah ada perbedaan sepanjang dilaksanakan dengan rasa
bakti,ketulusan dan kesucian hati.
Hubungan Yadnya Dengan Tri Guna
Dilihat dari segi kualitas tri guna yang melatar
belakangi pelaksanaan yadnya, Bhagawadgita membedakan tiga jenis yadnya, yaitu
:
-
Sattwika
Yadnya
Adalah
yadnya yang dilaksanakan dengan keiklasan tanpa mengharapkan hasilnya dan
dilaksanakan sebagai suatu kewajiban yang patut dilaksanakan, serta sesuai
dengan sastranya.
Aphalakanksibhir
yajno vidhi-drsto ya ijyate,
Yastavyam
eveti manah samadhaya sa sattvikah
(bhagawadgita.XVII.11)
Artinya :
Yadnya yang
dihaturkan sesuai dengan sastranya, oleh mereka yang tidak mengharapkan buahnya
dan teguh kepercayaannya, bahwa memang sudah kewajibannya untuk beryadnya,
adalah satwika(baik)
-
Rajasika
Yadnya
Adalah yadnya
yang dipersembahkan dengan motivasi untuk memamerkan kemampuan serta terikat
dengan keinginan untuk memperoleh buahnya.
Abhisandhaya
tu phalam dambhartham api caiva yat,
Ijyate
bharata-srestha tam yajnam vidhi rajasam
(bhagawadgita. XVII.12)
Artinya :
Akan tetapi
apa yang dihaturkan degan pengharapan akan buahnya atau hanya untuk memamerkan,
ketahuilah oh arjuna, bahwa yadnya itu adalah rajasika(bernafsu).
-
Tamasika
Yadnya
Adalah
yadnya yang dilaksanakan secara sembarangan, tidak sesuai dengan ketentuan
sastranya, tidak ada makanan yang dibagi-bagikan, tidak ada mantra, syair yang
dinyanyikan, tidak ada daksina, serta tidak dilandasi keyakinan dan
kepercayaan.
Vidhi-hinam
asrstannam mantram-hinam adaksinam,
Sraddha-vivirahitam
yajnam tamasam paricaksate.
(bhagawadgita, XVII.13)
Artinya:
Yadnya yang
tidak sesuai degan petunjuk, dengan tidak ada makanan yang dibagi-bagikan,
tidak ada mantra, syair yang dinyanyikan dan tidak ada punia daksina yang diberikan,
tidak mengandung kepercayaan, mereka sebut yadnya yang tamasika(bodoh).
Dengan demikian tinkat kualitas yadnya dibedakan atas
dasar pengaruh tri guna yang memberi motivasi dalam pelaksanaannya.Dalam
tingkatan ini besar kecilnya tingkatan yadnya tidak menjadi ukuran, namun
tingkat spiritual suatu persembahan/yadnya lebih ditentukan oleh sradha, bakti,
keimanan, keiklasan serta jauh dari rasa ego.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Panca yadnya merupakan korban suci yang tulus iklas yang didasari atas rasa
bhakti dan kasih sayang serta tanpa pamrih.Yadnya memiliki lima pembagian
(panca yadnya), yaitu dewa yadnya, manusa yadnya, butha yadnya, pitra yadnya
dan rsi yadnya.Pelaksanaan yadnya ini bukan ditentukan oleh tingkatan yadnya,
namun oleh tri guna.Karena bagaimanapun besarnya sebuah upacara, jika tanpa
didasari oleh ketulusan, iklas,bhakti, kasih sayang dan tanpa pamrih(phala).
Upacara tersebut tidak akan menjadi sempurna (kurang bermakna).
Saran
Berdasarkan uraian
diatas hendaknya kita menyadari bahwa nilai sebuah yadnya bukan ditentukan oleh
tingkatan yadnya, namun bagaimana cara kita belajar untuk iklas, tulus, penuh
kasih sayang dan didasari oleh hati yang suci nirmala dalam melaksanakan sebuah
pengorbanan (yadnya).