Suatu hari Dewi Parwati ingin mandi, maka dia panggil pengawal, tapi
pengawal sedang tidak ada. Lalu dia panggil anak laki-lakinya yang
ternyata juga sedang pergi. Akhirnya dipanggilnya anak angkatnya yang
bernama Ganesha. Lalu dia berpesan: “Ganesha Kau jaga pintu di depan rumah, Ibu
mau mandi, jangan biarkan seorangpun juga memasuki rumah ini ketika ibu
sedang mandi”. Ganesha si anak angkat yang patuh itu pun mengangguk dan
duduk berjaga di depan pintu. Tak lama kemudian ketika Dewi Parwati
sedang mandi, kebetulan Bhatara Siwa (Dewa Siwa) datang dan hendak
memasuki rumah. Ganesha, sesuai perintah ibu angkatnya tentu saja tidak
mengizinkan.
Bhatara Siwa lalu marah, “Kenapa saya tidak boleh memasuki rumah ini?”.
Ganesha menjawab: “Ibu sedang mandi, dan beliau berpesan agar saya tidak
mengizinkan satu orang pun memasuki rumah ini ketika beliau sedang
mandi”.
Bhatara Siwa bertambah marah: “ Saya akan memasuki rumah ini, tidak boleh ada yang melarang!”.
Ganesha tetap menghambat, sehingga Bhatara Siwa makin marah. Ia lalu
menghunus senjatanya sambil bertanya:”Kamu tahu siapa saya?”
Ganesha dengan tenang menjawab: “TIDAK”. Karena dia memang tidak tahu.
Kemarahan Bhatara Siwa mencapai puncaknya, ia berseru: “Saya adalah
Bhatara Siwa, yang punya rumah ini!” Lalu dengan sekali tebas, kepala
Ganesha sudah terlepas kena pancungan Bhatara Shiwa.
Ketika Dewi Parwati selesai mandi dan mengetahui apa yang terjadi, ia
marah kepada Bhatara Siwa. “Kamu sadar bahwa kamu telah membunuh
seorang anak yang tidak bersalah? Dia melarang itu hanya karena menuruti
perintah saya”. Bhatara Siwa terdiam, lalu Dewi Parwati memberi
ultimatum bahwa Ganesha harus dihidupkan kembali.
Menurut kepercayaan mereka waktu itu, Kalau ada orang meninggal karena
terpancung, dan jika ada orang lain yang ‘pertama’ lewat disekitar itu
lalu diambil kepalanya (dengan cara dipancung juga) kemudian kepala
orang kedua dipasangkan ke badan orang yang pertama, maka orang yang
pertama tadi bisa hidup kembali. Maka Bhatara Shiwa lalu menyuruh semua
pengawal berpencar di sekitar rumah Dewi Parwati (yang sebenarnya juga
rumah Bhatara Siwa) untuk mencari orang yang kepalanya bisa dipasangkan
ke badan Ganesha. Ternyata setelah waktu berapa lama, tidak ada juga
orang yang lewat di sana.
Ketika harapan sudah hampir pupus, tiba-tiba seekor gajah lewat. Apa
boleh buat, yang ‘pertama’ lewat ternyata bukan manusia, tetapi gajah.
Pengawal dengan sigap memenggal kepala gajah lalu memasangkannya ke
badan Ganesha. Ganesha pun hidup kembali, walaupun dengan kepala gajah.
Apakah Ganesha kemudian marah? TIDAK. Dia tidak menyesali ibu angkatnya,
walaupun ia terpancung karena menjalankan perintah ibunya itu. Ganesha
juga tidak menyalahkan Bhatara Siwa yang memancung kepalanya, karena
Bhatara Shiwa hanya ingin memasuki rumahnya sendiri. Apakah Ganesha
menyesali keadaannya? Juga TIDAK. Dia hanya bersyukur bisa hidup kembali
walaupun dengan kepala yang sudah berganti. Tidak ada dendam dan
penyesalan pada diri Ganesha. Dia hanya ingin tetap menjadi anak yang
baik dan patuh kepada orang tuanya.
Keadaan ini akhirnya membuat Ganesha di boyong ke istana Bhatara Siwa
dan dijadikan pengawal kerajaan. Suatu hari dia akan mengawal Dewi
Parwati dan anggota keluarga lainnya. Ketika semua naik burung Garuda, ternyata Ganesha tidak kebagian
tempat dan hanya naik burung biasa. Ketika yang lain bisa
berjalan-jalan sejauh mungkin, Ganesha dengan kondisi dan posisinya hanya
bisa berputar-putar di sekeliling istana. Semua itu dijalani Ganesha
tetap dengan tawa dan ceria, tanpa harus merasa rendah diri. Wajahnya
memang telah berubah menjadi si buruk rupa, tapi tidak hatinya. Ia tetap
bekerja dan melaksanakan setiap tugasnya dengan sungguh-sungguh dan
membantu setiap orang yang membutuhkannya.
Akhirnya hati Bhatara Siwa pun luluh dan bersabda: “Ganesha, selama
hidupmu, dimanapun kau berada, kamu akan selalu bermanfaat bagi
orang-orang yang ada di sekeliling kamu!”
pelajaran hidup yang dapat kita petik dari kisah
si Ganesha ini, antara lain:
1) Cerita Ganesha mengajarkan kita agar teguh memegang amanah. Lihatlah
betapa Ganesha yang sudah berjanji untuk melaksanakan perintah ibu
(angkat)nya, benar-benar teguh dan bertanggung jawab sekalipun ia harus
kehilangan kepalanya.
2) Cerita Ganesha juga mengingatkan kita agar jangan cepat mengambil
keputusan atau bertindak ketika pikiran dan perasaan masih sedang
diliputi emosi. Lihatlah Bhatara Shiwa yang akhirnya juga menyesal
karena terlanjur memenggal kepala si Ganesha.
3) Kita diingatkan agar tidak mudah menyalahkan orang lain ataupun
berburuk sangka atas apa yang menimpa diri kita. Ganesha tidak pernah
menyesali Dewi Parwati yang telah membuat kepalanya terpancung, dan juga
tidak menyalahkan Bhatara Shiwa yang memancung kepalanya.
4) Ganesha juga mampu membuang jauh-jauh rasa dendam dalam hatinya atas apa yang telah terjadi dan menimpa dirinya.
5) Ganesha bekerja tanpa pamrih, walaupun fasilitas yang diterima
kadang-kadang kurang sesuai dengan yang seharusnya, ia tetap bekerja
sebaik-baiknya dan tidak menuntut macam-macam.
6) Ganesha boleh saja wajahnya si buruk rupa, tapi tidak untuk hatinya.
7) Ganesha mengajarkan agar hidup itu tetap dijalankan dengan ceria dan
optimisme, dan berbuat yang terbaik sesuai kemampuan kita walaupun kita
punya keterbatasan, baik keterbatasan fisik, pikiran, tenaga ataupun
harta.
8) Ganesha mengajarkan agar kita tidak mudah menyerah, apalagi rendah
diri dengan kekurangan yang ada, tetapi justru mengoptimalkan potensi
yang dimiliki, tanpa perlu merasa sombong, hebat atau benar sendiri.
9) Ganesha juga mengajarkan bagaimana menjadi orang yang selalu berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain, dimanapun ia berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar